KH. Noer Muhammad Iskandar., S.Q., M.A memulai pendidikannya dipesantren tradisional Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur, yang langsung di asuh oleh ayahnya sendiri KH. Iskandar. Setelah menamatkan pendidikan dasar di madrasah ibtidaiyah, tahun 1967 beliau melanjutkan ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, yang pada waktu itu di asuh oleh KH. Makhrus Aly. di Pondok Pesantren Lirboyo beliau pernah memimpin ikatan santri Banyuwangi. Pada tahun 1974 beliau lulus dari Pondok Pesantren Lirboyo kemudian melanjutkan kuliah di PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an) Jakarta.
Sebelum mendirikan pesantren, sahabatnya KH. Noer Muhammad Iskandar., S.Q., M.A, Ir.H. Bambang Sudaryanto kepala PPL Pluit datang kepadanya, ia bercerita kesuksesannya yang terkait pantai Mutiara Indah, Pluit. Kedatangannya kali ini, ingin berterimakasih atas doa yang telah Kiai Noer berikan padanya.
Ia memberi hadiah kios kecil dan biaya untuk berangkat haji, syukur tiada tara atas hal tersebut. Kemudian ketika hendak mendaftarkan diri untuk berhaji ternyata pendaftarannya sudah tutup hingga akhirnya Kiai Noer bertemu kawan lama H. Rosyidi Ambari yang telah menjadi asisten menteri agama saat itu. Ternyata H. Rosyidi sudah lama mencari Kiai Noer untuk diminta mengelola sebidang tanah di Kedoya untuk dijadikan lembaga pendidikan.
Untuk memberikan jawaban seperti biasa Kiai Noer harus menunggu isyarat langit, istikhoroh. Isyarat yang ia dapatkan bahwa lahan itu memang baik dan prospektif. Meski begitu kepada H. Rosyidibeliau masih belum memberi jawaban menerima atau menolak. Beliau tetap menjawab tawarannya sepulang dari tanah suci.
Saat itu, ia baru punya satu anak Noor Eka Fatimatuzzahra. Namun beliau tetap bisa mendiskusikan pada istrinya. Setelah mendengar berbagai pertimbangan dari beberapa kiai dan guru-guru. Pada tahun 1984, ia menyatakan menerima itu kepada H. Rosyadi Ambari, namun H. Rosyadi membawa beliau ke rumah H. Djaani sehingga seluas 2000 meter tanah wakaf.
Tampilkan Semua